Beranda / Romansa / Ayah Anakku Adalah sang Presdir / 04 : Dikejar Kawanan Pria Jas Hitam 

Share

04 : Dikejar Kawanan Pria Jas Hitam 

Penulis: Kaagaluh
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-20 15:24:15

“Anda tidak bisa lari lagi, Nona!”  

Seruan itu membuat Satchel  ingin sekali tenggelam di dasar bumi. Perawakan ketiga pria yang sudah ada di hadapan membuatnya sama sekali tidak bisa bernapas. Tubuh besar dan juga wajahnya yang menampilkan kesenangan karena telah menemukan Satchel saat ini. Mereka semua mengelilingi bagaikan permainan anak kecil khas melayu yang ingin menangkap satu anak di tengah.  

Satchel menatap ketiga pria itu dan memberikan kesan yang biasa saja. Setidaknya untuk di detik pertama ia harus bisa menjadi sosok yang sedikit arogan. “Ada apa kalian mencariku?”  

“Jangan bertingkah bodoh lagi, Nona. Mari ikut kami ke kantor dan lunasi hutang kartu kreditmu.” Pria yang memakai kacamata besar berwarna hitam itu berbicara sambil tangannya mencoba menggapai Satchel.  

Satchel tentu saja menolak. Ia sama sekali tidak mau disentuh apalagi tangan mereka yang sepertinya banyak sekali kuman dan dosa. Kenapa ia berbicara seperti itu? Karena mereka mungkin sebelum bertemu dengannya pasti sedang berkeliling mencari nasabah yang menunggak dan merampas semua uang di kantong klien.  

“Aku sudah melunasi hutangku.” Satchel menjawab dengan nada yang ketus. Bermaksud agar semua orang tak salah menganggapnya. “Kalian tidak bisa membawaku.” Jangan salahkan ia juga sekarang sudah memakai kacamata hitam seperti pada bandit ini. Satchel telah menjadi pusat perhatian semua orang di lantai tiga ini. 

“Anda bisa menjelaskan nanti di kantor dan bertemu dengan pimpinan kami atau kalau tidak berikan semua barang-barang yang melekat pada dirimu.”  

Kenapa mereka malah menjadi seperti pencuri? Satchel langsung melindungi lengannya yang terbalut dengan gelang yang nilainya fantastis. Ini adalah satu-satunya perhiasan yang ia punya.  

“Hai, Bung!” Satchel menjentikkan jemari di depan wajah mereka. “Jika kalian melakukan hal itu bukankah sama saja seperti seorang pencopet dan bukan menjadi suruhan salah satu bank?!” Satchel sedikit menaikkan suara agar mereka semua tidak semena-mena.  

Di dalam kacamata hitamnya, ia mencari celah agar bisa kabur dari mereka semua. Mencari jalan keluar agar tidak bisa terkejar suruhan rentenir ini.  

“Hai!” pekik Satchel saat tasnya sudah ditarik oleh pria berbadan besar itu. Satchel tak terima! Ini adalah tas mahal dan bisa menghabiskan uang gajinya selama dua bulan!  

“Kau bisa mendapatkan barang-barangmu jika sudah membayar semua tagihan tersebut!” tangan Satchel ditarik paksa hingga menyebabkan gesekan pada gelang yang ia pakai saat ini. Tentu saja Satchel tidak tinggal diam, ini bukankah sama saja pemaksaan. Seharusnya mereka bisa lebih sopan lagi untuk menagih.  

Dengan mengandalkan kekuatan seorang wanita yang sedang mengalami period, Satchel langsung menendang selangkangan salah satu dari pria suruhan bank itu dengan sangat keras hingga membuatnya tersungkur.  

Masih ada dua lagi!  

Salah satu dari mereka langsung memegangi kedua tangan Satchel dari arah belakang, tapi itu tak membuat kedua kakinya diam saja. Sama seperti tadi, pria lainnya ia tendang hingga membuat tulang keringnya sepertinya agak sedikit geser. Ew! “Maafkan aku!” Satchel menyengir saat melihat pria itu meringis.  

Orang yang terakhir.  

Tanpa tedeng aling-aling, Satchel langsung membenturkan kepala bagian belakangnya agar bisa membuat kening pria itu mengaduh sakit, setelah itu ia menginjak kedua kaki sang bandit dengan menggunakan sepatu tinggi yang dirinya pakai.  

Entah kenapa bagian ini Satchel seperti wanita yang jago bela diri demi menyelamatkan hidup. Ini seperti film-film laga yang sering aku tonton ditelevisi. Pasti ini lebih epic jika ditambahkan lagu keras dan membuat semuanya terlihat lebih nyata.  

Satchel melihat ke sekeliling, andai saja ada sutradara yang berjalan-jalan di sini dan bisa dengan mudah merekrut sebagai pemain utama. Tapi sayang, semua adalah harapan yang semu. Yang ada ketiga pria berbadan besar itu malah sanggup berdiri meski merasakan kesakitan di tubuhnya.  

Satchel menghela napas lelah dan sedikit menyengir kuda. Entahlah bagaimana dengan bentuk wajahnya sekarang ini. Ia tak dapat lagi mengontrolnya.  

“Ada polisi!” teriak Satchel dan menunjuk ke arah belakang mereka bertiga. Sontak mereka langsung melihat ke belakang dengan wajah yang sedikit agak ketakutan.  

Tak buang-buang waktu lagi, ia langsung berlari dan membelah semua kerumunan yang ada. Hari ini entah kenapa mal sangat ramai dan sedikit menyulitkan untuk keluar dari sini. Apalagi elevator yang dipenuhi pengunjung.  

Demi Tuhan, Satchel sangat beruntung memiliki badan yang bisa dikatakan kecil. Cukup mudah untuknya menyempil di banyaknya kerumunan. Ia juga agak sedikit lega karena melihat ke belakang dan mendapati mereka bertiga yang kesulitan untuk menyelip.  

Satchel menaikkan kacamata hitamnya dan memberikan tatapan yang menggoda untuk mereka bertiga. Tak lupa juga tambahan tatapan mengejek agar mereka tahu bahwa Satchel Bloosom bukanlah wanita yang sembarangan.  

*** 

Satchel membaringkan tubuhku di kasur empuk yang selama ini telah menemaninya lebih dari tiga tahun. Ranjang ini juga yang ia beli saat ada acara lelang amal dan mereka mengatakan bahwa barang ini sangat berharga, karena pernah dipakai oleh salah satu petinggi negeri dan memiliki jiwa seni tinggi dalam waktu hanya sebulan.  

Sebenarnya bukan alasan itu mengapa ia membelinya, melainkan ia lebih menyukai corak dan juga ukirannya yang terlihat elegan.  

Satchel mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ada beberapa notifikasi yang masuk dan kalian pasti tahu siapa yang menghubungi? Ya, benar sekali. Dari bank dan juga pinjaman online yang ia gunakan selama beberapa waktu terakhir.  

Satchel langsung memblokirnya agar mereka semua tidak lagi bisa menghubungi.  

Oh iya, Satchel baru ingat. Selebaran kartu nama seorang kakek yang ia temui di depan mesin soda. Jangan sampai ia menghilangkannya! 

Dapat!  

“Addy Walton?” Satchel kembali membaca nama yang tertera. “Walton Inc? Sepertinya aku pernah mendengar perusahaan itu.” Satchel mengetuk-ketuk dagu dan berpikir bahwa perusahaan itu sepertinya sangat tidak asing.  

Dengan bermodalkan ponsel dan mencari sumber terpercaya di sebuah situs, akhirnya ia menemukan sebuah laman internet apa yang ia inginkan.  

“Ini benar-benar gila! Aku baru saja berpapasan dengan seorang pendiri perusahaan agribisnis yang namanya sudah melambung tinggi?!” Matanya terbelalak. Ia masih tidak percaya dengan hal itu dan kemudian menggulirkan kembali sampai pada dirinya menemukan gambar yang membuatnya tersedak oleh air liurnya sendiri.  

“Aku mendapatkan jackpot!”  

Bukti yang sangat jelas sudah terpampang di depan mata. Gambar dari seorang kakek tua yang berusia 72 tahun itu ada di laman utama dan menjadikannya profil sampul muka perusahaan. Ya, tak salah lagi. Matanya sangat bisa jelas mengetahui bahwa pria itu sama seperti yang ada di hadapannya beberapa jam lalu. Begitu juga dengan kerutan-kerutan yang tidak bisa dibohongi dari wajahnya.  

“Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan juga untuk bisa melunasi tagihan kartu kredit. Aku tak sabar untuk bisa memborong pakaian-pakaian tadi.”  

Bab terkait

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir     05 : Bertemu Dengan Tuan Muda  

    Tebak apa yang ada di depan mata Satchel sekarang? Ya, kalian benar, ia sekarang berada di rumah mewah dengan pintu cokelat tinggi menjulang yang kemarin tertutup keras di depan hidung.   Satchel kembali melihat penampilannya yang ternyata lebih sopan daripada kemarin. Ia memakai kemeja kebesaran yang ia masukkan bagian depan dan juga memakai celana jeans berwarna biru. Untuk bagian bawah, ia lebih memilih menggunakan flatshoes hitam. Satchel tidak mau membuat pria bermata kuning terang itu mengejek dirinya lagi sebagai penari striptease.   Satchel menarik napas dengan teratur, mencoba untuk menghindari kegugupan yang sempat singgah di sini. Meski ia yakin bahwa setelah ini pekerjaan sebagai pengasuh bayi akan melekat untuk dirinya. Ya, ia menyukai dirinya yang sangat optimis.   Sebelum Satchel melangkahkan kaki lagi untuk mendekati pintu, suara yang sangat dalam menginterupsi dari arah Barat. Pria sama yang seperti kemarin. Pria yang selalu menampilkan wajah datar.   “Anda datang

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    06 : Kontrak Diri

    Satchel masih membenarkan rambutnya yang kusut. Bukan karena badai topan yang baru saja menerjangnya, melainkan bayi ini yang terus menjambak rambut merahnya bahkan hampir membuat kulit kepalanya ikut tertarik. "Tanda tangani itu!" perintah Archie sambil memberikan dua lembar kertas yang berisikan kalimat-kalimat panjang. Satchel menaruh kantung es di meja dan membaca setiap bait kalimat di kontrak tersebut. Banyak sekali bulir poin yang sesekali membuat Satchel mengerutkan keningnya kemudian menyeringai, kadang kala wanita itu juga memberikan mimik wajah aneh. "Bagaimana aku bisa bekerja jika kau membatasi hubunganku dengan sang bayi?" Satchel menunjuk poin nomor dua. "Harus ada jarak di antara kalian. Beberapa kali pengasuh sebelumnya mencoba untuk mencium anakku dan aku sangat tidak suka." Archie menyemprotkan antiseptik ke tangannya. "Aku tidak bisa membayangkan banyak kuman yang bersarang di tubuh Aaron hanya karena bersentuhan dengan pengasuh yang begitu menjijikkan."1. Mema

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-14
  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    07 : Kebencian Yang Semu

    Satchel tidak mau terlalu jauh untuk mendekatkan diri dengan Baby Aaron apalagi ayah dari bayi tersebut. Mengingat perlakuan tidak mengenakan dari pria besar tersebut membuat ia jengah setengah mati. Bahkan ia sempat berpikiran untuk pergi saja dari rumah itu dan mendapatkan pekerjaan yang baru. Namun, jika ia melakukan itu, berarti dirinya harus siap membayar denda yang tertuang dalam kontrak. “Aku akan pergi ke sana, Merry.” Satchel memasukkan ponselnya ke dalam saku. “Tunggu aku sekitar setengah jam lagi.”Satchel melihat ke kanan dan kiri, menunggu angkutan umum yang lewat, tapi tetap saja tidak ada. Sudah sepuluh menit ia menunggu, belum ada juga bus malam atau taksi yang tersedia. “Apa kau menunggu sesuatu, Nona?” Seorang pria dewasa yang menggunakan jas biru tua memperlihatkan wajahnya. Satchel hanya bisa mengernyit untuk memastikan sesuatu. “Tuan Ken?”“Kenapa kau baru pulang?” Ken bertanya tanpa keluar dari mobil hitamnya itu. “Tuan Archie baru pulang dan aku menun

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-15
  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    01 : Percobaan Pertama  

    “Aku ke sini bermaksud untuk melamar pekerjaan.” Tanpa tedeng aling-aling wanita berambut merah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang menjulang jauh lebih tinggi di atasnya. Pria yang memiliki kesan terkejut dibalut dengan muka yang sinis. Awalnya wanita itu berpikir akan disambut oleh seorang pelayan atau sang penjaga di rumah besar ini, tapi ternyata salah.   “Kau ingin melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya pria itu dengan suara dalamnya. Tapi jujur saja wanita itu menyukai suara yang serak nan dalam.   “Melamar ... aku akan melamar sebagai pengasuh bayi.” Wanita itu menyerahkan koran yang dibawanya dan juga map yang berisi surat lamaran pekerjaan.   Ia sedikit berdeham untuk mengontrol napas yang terasa pendek karena diperhatikan pria itu sedemikian intens. Mata sang pria yang memindai dari atas ke bawah secara berulang kali itu membuat kakinya seperti agar-agar yang baru saja ditaruh ke dalam piring besar.   Tak ada ekspresi apa-apa yang ditampilkan pria yang sialnya be

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    02 : Bertemu Dengan Si Kakek Kekar 

    Tubuh Satchel hampir saja terhuyung ke belakang saat pintu tinggi itu sudah tertutup dengan sempurna. Apalagi suara bantingan yang menggelegar membuat telinganya sedikit agak berdengung.   Benar-benar memang orang kaya ini. Dia tidak memiliki etika padahal dengan jelas-jelas Satchel masih berada di depan pintu.   Ia mendengus kesal.   “Lihat saja! Jangan panggil aku Satchel jika tidak bisa menembus kokohnya dinding rumah yang besar ini.”   Kruyuk!!   Uh, benar-benar hari yang sangat membuatnya ingin sekali memakan daging manusia. Bagaimana bisa di tengah ia yang sedang marah, perut ini tidak bisa diajak kerja sama.   “Ayolah, cacing, apa kau tidak bisa memberikanku waktu sejenak untuk mencari uang? Kau tidak lihat bagaimana tadi pria besar itu menutup pintu dengan sangat kencang? Andaikan aku rayap, aku bisa dengan mudah menggigiti pintu besar ini!”   Satchel menatap ke sekeliling halaman yang luas ini. Sebenarnya agak aneh karena di rumah ini kenapa tidak ada penjaga atau pela

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20
  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    03 : Menahan Malu  

    Satchel senyum-senyum sendiri. Awalnya ia merasa tidak berguna di dunia ini dan bisa menjadi beban negara, tapi setelah mendapatkan kartu nama yang mungkin bisa mengubah takdirnya seumur hidup, ia tentu saja tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Siapa yang tidak mau digaji dengan uang yang sangat fantastis dan itu hanya menjadi pengasuh bayi keluarga kaya.   Keluarga kaya?   Jika melihat dari tampilan rumah dan juga pakaian dari para pria itu tak perlu lagi didebatkan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apa pekerjaan dari mereka sampai-sampai sanggup memberikan honor sebegitu besarnya.   “Ah, sudahlah, apa pun pekerjaan mereka yang pasti bisa menutupi semua pengeluaranku.” Satchel kembali menginjakkan kaki ke mal besar yang berada beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri tadi. Cukup membuat kakinya pegal sih, tapi tak apa, untuk hari ini ia bisa memanjakan mata dengan barang-barang yang ada di etalase toko.  Satchel memasuki toko baju yang sangat terkenal seantero dunia. Sia

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-20

Bab terbaru

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    07 : Kebencian Yang Semu

    Satchel tidak mau terlalu jauh untuk mendekatkan diri dengan Baby Aaron apalagi ayah dari bayi tersebut. Mengingat perlakuan tidak mengenakan dari pria besar tersebut membuat ia jengah setengah mati. Bahkan ia sempat berpikiran untuk pergi saja dari rumah itu dan mendapatkan pekerjaan yang baru. Namun, jika ia melakukan itu, berarti dirinya harus siap membayar denda yang tertuang dalam kontrak. “Aku akan pergi ke sana, Merry.” Satchel memasukkan ponselnya ke dalam saku. “Tunggu aku sekitar setengah jam lagi.”Satchel melihat ke kanan dan kiri, menunggu angkutan umum yang lewat, tapi tetap saja tidak ada. Sudah sepuluh menit ia menunggu, belum ada juga bus malam atau taksi yang tersedia. “Apa kau menunggu sesuatu, Nona?” Seorang pria dewasa yang menggunakan jas biru tua memperlihatkan wajahnya. Satchel hanya bisa mengernyit untuk memastikan sesuatu. “Tuan Ken?”“Kenapa kau baru pulang?” Ken bertanya tanpa keluar dari mobil hitamnya itu. “Tuan Archie baru pulang dan aku menun

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    06 : Kontrak Diri

    Satchel masih membenarkan rambutnya yang kusut. Bukan karena badai topan yang baru saja menerjangnya, melainkan bayi ini yang terus menjambak rambut merahnya bahkan hampir membuat kulit kepalanya ikut tertarik. "Tanda tangani itu!" perintah Archie sambil memberikan dua lembar kertas yang berisikan kalimat-kalimat panjang. Satchel menaruh kantung es di meja dan membaca setiap bait kalimat di kontrak tersebut. Banyak sekali bulir poin yang sesekali membuat Satchel mengerutkan keningnya kemudian menyeringai, kadang kala wanita itu juga memberikan mimik wajah aneh. "Bagaimana aku bisa bekerja jika kau membatasi hubunganku dengan sang bayi?" Satchel menunjuk poin nomor dua. "Harus ada jarak di antara kalian. Beberapa kali pengasuh sebelumnya mencoba untuk mencium anakku dan aku sangat tidak suka." Archie menyemprotkan antiseptik ke tangannya. "Aku tidak bisa membayangkan banyak kuman yang bersarang di tubuh Aaron hanya karena bersentuhan dengan pengasuh yang begitu menjijikkan."1. Mema

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir     05 : Bertemu Dengan Tuan Muda  

    Tebak apa yang ada di depan mata Satchel sekarang? Ya, kalian benar, ia sekarang berada di rumah mewah dengan pintu cokelat tinggi menjulang yang kemarin tertutup keras di depan hidung.   Satchel kembali melihat penampilannya yang ternyata lebih sopan daripada kemarin. Ia memakai kemeja kebesaran yang ia masukkan bagian depan dan juga memakai celana jeans berwarna biru. Untuk bagian bawah, ia lebih memilih menggunakan flatshoes hitam. Satchel tidak mau membuat pria bermata kuning terang itu mengejek dirinya lagi sebagai penari striptease.   Satchel menarik napas dengan teratur, mencoba untuk menghindari kegugupan yang sempat singgah di sini. Meski ia yakin bahwa setelah ini pekerjaan sebagai pengasuh bayi akan melekat untuk dirinya. Ya, ia menyukai dirinya yang sangat optimis.   Sebelum Satchel melangkahkan kaki lagi untuk mendekati pintu, suara yang sangat dalam menginterupsi dari arah Barat. Pria sama yang seperti kemarin. Pria yang selalu menampilkan wajah datar.   “Anda datang

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    04 : Dikejar Kawanan Pria Jas Hitam 

    “Anda tidak bisa lari lagi, Nona!”   Seruan itu membuat Satchel ingin sekali tenggelam di dasar bumi. Perawakan ketiga pria yang sudah ada di hadapan membuatnya sama sekali tidak bisa bernapas. Tubuh besar dan juga wajahnya yang menampilkan kesenangan karena telah menemukan Satchel saat ini. Mereka semua mengelilingi bagaikan permainan anak kecil khas melayu yang ingin menangkap satu anak di tengah.   Satchel menatap ketiga pria itu dan memberikan kesan yang biasa saja. Setidaknya untuk di detik pertama ia harus bisa menjadi sosok yang sedikit arogan. “Ada apa kalian mencariku?”   “Jangan bertingkah bodoh lagi, Nona. Mari ikut kami ke kantor dan lunasi hutang kartu kreditmu.” Pria yang memakai kacamata besar berwarna hitam itu berbicara sambil tangannya mencoba menggapai Satchel.   Satchel tentu saja menolak. Ia sama sekali tidak mau disentuh apalagi tangan mereka yang sepertinya banyak sekali kuman dan dosa. Kenapa ia berbicara seperti itu? Karena mereka mungkin sebelum bertemu

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    03 : Menahan Malu  

    Satchel senyum-senyum sendiri. Awalnya ia merasa tidak berguna di dunia ini dan bisa menjadi beban negara, tapi setelah mendapatkan kartu nama yang mungkin bisa mengubah takdirnya seumur hidup, ia tentu saja tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Siapa yang tidak mau digaji dengan uang yang sangat fantastis dan itu hanya menjadi pengasuh bayi keluarga kaya.   Keluarga kaya?   Jika melihat dari tampilan rumah dan juga pakaian dari para pria itu tak perlu lagi didebatkan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apa pekerjaan dari mereka sampai-sampai sanggup memberikan honor sebegitu besarnya.   “Ah, sudahlah, apa pun pekerjaan mereka yang pasti bisa menutupi semua pengeluaranku.” Satchel kembali menginjakkan kaki ke mal besar yang berada beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri tadi. Cukup membuat kakinya pegal sih, tapi tak apa, untuk hari ini ia bisa memanjakan mata dengan barang-barang yang ada di etalase toko.  Satchel memasuki toko baju yang sangat terkenal seantero dunia. Sia

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    02 : Bertemu Dengan Si Kakek Kekar 

    Tubuh Satchel hampir saja terhuyung ke belakang saat pintu tinggi itu sudah tertutup dengan sempurna. Apalagi suara bantingan yang menggelegar membuat telinganya sedikit agak berdengung.   Benar-benar memang orang kaya ini. Dia tidak memiliki etika padahal dengan jelas-jelas Satchel masih berada di depan pintu.   Ia mendengus kesal.   “Lihat saja! Jangan panggil aku Satchel jika tidak bisa menembus kokohnya dinding rumah yang besar ini.”   Kruyuk!!   Uh, benar-benar hari yang sangat membuatnya ingin sekali memakan daging manusia. Bagaimana bisa di tengah ia yang sedang marah, perut ini tidak bisa diajak kerja sama.   “Ayolah, cacing, apa kau tidak bisa memberikanku waktu sejenak untuk mencari uang? Kau tidak lihat bagaimana tadi pria besar itu menutup pintu dengan sangat kencang? Andaikan aku rayap, aku bisa dengan mudah menggigiti pintu besar ini!”   Satchel menatap ke sekeliling halaman yang luas ini. Sebenarnya agak aneh karena di rumah ini kenapa tidak ada penjaga atau pela

  • Ayah Anakku Adalah sang Presdir    01 : Percobaan Pertama  

    “Aku ke sini bermaksud untuk melamar pekerjaan.” Tanpa tedeng aling-aling wanita berambut merah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang menjulang jauh lebih tinggi di atasnya. Pria yang memiliki kesan terkejut dibalut dengan muka yang sinis. Awalnya wanita itu berpikir akan disambut oleh seorang pelayan atau sang penjaga di rumah besar ini, tapi ternyata salah.   “Kau ingin melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya pria itu dengan suara dalamnya. Tapi jujur saja wanita itu menyukai suara yang serak nan dalam.   “Melamar ... aku akan melamar sebagai pengasuh bayi.” Wanita itu menyerahkan koran yang dibawanya dan juga map yang berisi surat lamaran pekerjaan.   Ia sedikit berdeham untuk mengontrol napas yang terasa pendek karena diperhatikan pria itu sedemikian intens. Mata sang pria yang memindai dari atas ke bawah secara berulang kali itu membuat kakinya seperti agar-agar yang baru saja ditaruh ke dalam piring besar.   Tak ada ekspresi apa-apa yang ditampilkan pria yang sialnya be

DMCA.com Protection Status